NOTULANEWS Jakarta - Maraknya gagal bayar koperasi BESAR seperti KOPERASI INDOSURYA, KOPERASI HANSON,
KOPERASI LIMA GARUDA, DAN KOPERASI SIMPAN PINJAM SEJAHTERA BERSAMA
merupakan warning bagi pemerintah khususnya KEMENKOP bahwa ada yang harus dibenahi
terkait Koperasi2 besar demi menyelamatkan uang rakyat dari praktek2 yang bisa menjurus
ke INVESTASI BODONG. Ade Armando melalui YouTube Channel Cokro TV nya merilis cerita
“KISAH SEDIH ANGGOTA KOPERASI SEJAHTERA BERSAMA”. Dan dalam sekejap telah berhasil
meraup perhatian 124.000 viewers. Bisa jadi karena hanyut dalam kesedihan
membayangkan betapa Bapak Koperasi kita Bung Hatta menangis menyaksikan nasib
koperasi di Indonesia”. Demikian juga Ade Armando seolah hanyut dalam kisah sedih para
korban KOPERASI SIMPAN PINJAM SEJAHTERA BERSAMA (KSB) sehingga mengganti
kepanjangan KSB menjadi KOPERASI SENGSARA BERSAMA.
Tulisan ini mencoba membahas tentang koperasi berskala besar yang sering dipakai untuk
kamuflase kegiatan investasi Bodong. Beranjak dari ajakan Ade Armando, seperti yg dikutip
dibawah ini, penulis berkeinginan untuk mendiskusikan sepak terjang Koperasi Simpan
Pinjam Sejahtera Bersama (KSB).
“MARI KITA SEBARKAN INFORMASI BAHWA KOPERASI SIMPAN PINJAM SEJAHTERA
BERSAMA ADALAH KOPERASI BERMASALAH” (Armando, Ade. YouTube Channel Cokro TV, 12/06/2021)
....... dan amblasnya TABUNGAN RENCANA SEJAHTERA (TRS) WONG CILIK Rp 100rb/bulan.
(Penulis. 24/06/2021)
Penulis tergelitik menelaah lebih jauh tentang GAGAL BAYAR nya KOPERASI SIMPAN PINJAM
SEJAHTERA BERSAMA utamanya karena ada beberapa wong cilik yang penulis kenal
terbujuk menabung di (KSPSB) sejak AGUSTUS 2017 Rp100 ribu/bulan selama 3 tahun.
Mereka dijamin mendapatkan uangnya kembali berikut jasanya sekitar Rp 4(empat) juta. Bln
September 2020 adalah jatuh tempo cairnya tabungan mereka. Namun sampai sekarang
setelah tertunda hampir setahun, uang tabungan TRS mereka belum juga bisa cair tanpa
penjelasan apa2 dari pihak KOPERASI SEJAHTERA BERSAMA (KSB).
‘MIMPI’ Bapak Koperasi kita BUNG HATTA sang tokoh kemasyarakatan tentang hidup
berkoperasi telah dikhianati oleh Koperasi Besar seperti KOPERASI SEJAHTERA BERSAMA
(selanjutnya disebut KSB). Sungguh miris ketika GAGASAN BESAR dari seorang BUNG HATTA
dijadikan ajang untuk menyengsarakan rakyat. Nasib wong cilik yang menyisihkan uang Rp
100 ribu/ bulan selama 3 tahun diabaikan begitu saja. Padahal ketika KSB gagal bayar di
bulan April 2020, wong cilik ini masih ditagih Rp 100 ribu bayar sampai jatuh tempo cairnya
tabungan TRS mereka yaitu Agustus 2020. KSB beralasan bahwa PKPU melarang KSB
membayarkan apapun pada nasabah/anggota karena ada yang mengajukan naik banding
atau KASASI. Perlu dicatat bahwa yang mengajukan KASASI hanya sekitar 2 atau 3 orang.
Bayangkan hanya segelintir orang bisa membatalkan agenda membayar TRS yang tercantum
di HOMOLOGASI pertengahan Desember 2020.
Dan sampai saat ini KSB tetap bersikeras tidak mau bayar TRS WONG CILIK ini dengan alasan
DILARANG PKPU. DIMANAKAH KEADILAN?
HIDUP BERKOPERASI SEPERTI YANG DIMAKSUDKAN OLEH BAPAK KOPERASI KITA BUNG
HATTA
Ade Armando menyebutkan betapa Bung Hatta berharap dari kegiatan seperti koperasi ini
rakyat bisa dimakmurkan. Melalui management keterbukaan dimana para anggota bisa
merasakan atmosphere kekeluargaan dan semangat gotong royong serta rasa solidaritas
akan terfasilitasi utk tumbuh. Koperasi adalah dari dan untuk rakyat. Anggota (rakyat)
menyimpan uangnya di Koperasi dan uang ini akan digunakan untuk kesejahteraan anggota
misal dengan meminjam uang dari koperasi untuk mendirikan UMKM. Pemikiran seperti ini
sangat terpuji karena bukan saja fit in nicely dengan keadaan socio-cultural bangsa
Indonesia, tetapi juga dapat diharapkan membantu pemerintah (KEMENKOP) dalam
upayanya (sesuai amanat undang2) memakmurkan bangsa ini. Koperasi diharapkan dapat
memfasilitasi dan menumbuh kembangkan ekonomi para anggotanya lewat usaha yang
namanya UMKM. Bagaimana hubungan kekeluargaan antara sesama anggota dan pengurus
Koperasi bisa terjalin baik seperti yang diharapkan oleh konsep HIDUP BERKOPERASI ala
Bung Hatta sebagai pencetusnya?
KOPERASI DAN ANGGOTA
Dalam mengomentari Ade Armando), Editor Erlangga Djumena (Kompas.com 14/06/2021)
membahas tentang hubungan timbal balik antara koperasi dan anggota. Menurutnya
“Anggota adalah pemilik koperasi sekaligus pengguna jasa koperasi” seperti tercantum di
pasal 17 UU NO 25 tahun 1992. Djumena lebih lanjut mengatakan bahwa sbg pemilik,
anggota tidak “hanya mau menerima manfaat minus resiko. Ada manfaat yang diterima
sebab karena ada resiko yang ditanggung”. Disini perlu diperjelas bahwa hanya menerima
resiko tanpa manfaat artinya ketipu. Seperti yang menimpa nasib wong cilik pemilik
tabungan TRS. Uang hasil tabungannya ditahan nyaris satu tahun. Ini sangat2 jauh dari spirit
HIDUP BERKOPERASI. Tanpa tindakan tegas dari pemerintah uang tabungan TRS wong cilik
akan lenyap begitu saja. Apalagi salah satu pemegang tabungan meninggal awal January
2021 setelah menantikan dengan penuh was2, frustrasi, ketegangan, dll sejak September
2020. Mimpinya untuk mendirikan UMKM dg modal awal 4 juta telah dikhianati oleh KSB.
Bagaimana Koperasi macam KSB bisa mengharapkan solidaritas anggota seperti yang
disampaikan DJUMENA? Solidaritas itu tidak datang begitu saja. Solidaritas harus dipupuk.
TIGA ENTITAS YANG SARAT DIMILIKI OLEH BADAN USAHA BERLABEL KOPERASI
Entitas Sosial, Entitas Bisnis dan Entitas Legal harus melekat pada badan usaha yang
namanya koperasi. Entitas Sosial berkaitan dengan nilai (values) yang bisa memupuk
solidaritas anggota serta rasa ikut memiliki. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh koperasi
ini untuk mempertahankan Entitas sosialnya. Misalnya dgn menyemangati anggota untuk
terlibat aktif dalam rapat anggota tahunan (RAT) utk menghindari kesan bhw RAT hanya
formalitas, satu arah dan tak ada manfaatnya. Ketika ada kesempatan dimana anggota bisa
melakukan tanya jawab, anggota akan lebih aktif berpartisipasi dalam RAT dalam upayanya
mencari tau tentang kegiatan bisnis, cash flow koperasi, dll yg serupa. Manfaat dari kegiatan
sosial semacam ini sangatlah besar bagi kelangsungan usaha koperasi.
Entitas sosial ini faktanya lebih terasa pada koperasi kecil yang sifatnya komunal dimana
anggotanya bisa saling mengenal sehingga semangat kekeluargaan dan solidaritas antara
anggota dan management bisa tumbuh. Di koperasi yang besar, sosial entitas ini nyaris tak
ada. Sampai disini penulis akan mencoba membahas apakah Koperasi Sejahtera Bersama
patut disebut koperasi?
KOPERASI SIMPAN PINJAM SEJAHTERA BERSAMA (KSB) dan ENTITAS SOSIAL
Masih konsisten dengan klaim penulis diatas bahwa pada koperasi besar, sosial entitas ini
biasanya tergusur. KSB memang tidak punya Entitas Sosial. Maka tidaklah berlebihan untuk
mengatakan bahwa KSB itu badan usaha yg tidak pantas menyandang gelar KOPERASi.
Tulisan ini fokus membahas Entititas Sosial yg tidak dimiliki oleh KSB. Sebagai contoh, ketika
gagal bayar di sekitar April 2020, KSB langsung memperpanjang otomatis (roll over) deposito
para anggotanya tanpa memberi kesempatan kepada para anggotanya untuk berunding
mencari win-win solution. Management KSB ”menghilang” sulit utk dihubungi dan keadaan
menjadi kisruh. Bahkan KSB membayar bodyguard utk menghalau para anggota yang
mendatangi Kantor Pusat KSB di Bogor.
KSB tidak transparan keuangannya. Para korban KSB mencatat kejanggalan yang begitu
mencolok (obvious). Contohnya:
1. Kejanggalan jumlah anggota (catatan PKPU vs RAT KSB)
Hasil putusan Pengadilan PKPU No. 238/PDT.SUS/PKPU/2020/PN
NIAGA. Jkt Pusat tertanggal 9 November 2020 mencatat total kewajiban yang diakui KSB
terhadap anggota sebanyak 58.825 Kreditur. Padahal menurut laporan RAT koperasi thn
2019 jumlah anggota adalah 173.875 dan pada tahun 2020 sebesar 181.072 anggota (ada
peningkatan anggota)
2. Kejanggalan nominal kewajiban (tampilan di PKPU dan RAT KSB)
Total kewajiban yang diakui KSB terhadap anggota sebanyak 58.825 Kreditu adalah
sebesar RP 8.878.103.454.763 (Delapan trilliun delapan ratus tujuh puluh delapan milyar
seratus tiga juta empat ratus lima puluh empat ribu tujuh ratus enam puluh tiga rupiah)
Dapat dibayangkan kalau terhadap 58.825 anggota saja, kewajiban KSB mencapai Rp 8
trilliun 878jutaan, berapakah jumlah kewajiban KSB terhadap jumlah anggota yang
sesungguhnya sekitar 180 an ribu. Sekitar 3 x jumlah yang dilpaorkan (8 Trilliunan lebih).
Ketika dimintai penjelasan tentang angka2 yg fantastis ini, KSB mendalilkan bahwa PKPU
melarang menanggapi semua pertanyaan ttg laporan keuangan. Dari akuntan publik Dra Eri
Murni yg dipekerjakan oleh KSB, korban KSB malah diberi surat resmi dari Petinggi KSB yang
menyebutkan pertanyaan terkait data keuangan KSB harus di “refer” ke KSB sesuai perintah
PKPU. Ketika didesak ttg perbedaan angka yang mencolok itu, pihak ERi MUrni mengatakan
bahwa laporan keuangan RAT 2019 dan 2020 tidak di audit. Ini tentunya mengejutkan,
karena menurut Ikatan Akuntan Publik Indonesia, OJK mengharuskan semua kegiatan bisinis
yang memiliki omset 20 milliard atau lebih, laporan keuangannya harus di audit. Bagaimana
KSB yang OMSET nya TRILIUNAN bisa lolos tak teraudit laporan keuangannya? Inilah
kehebatan KSB.
Banyak lagi diskusi mengejutkan tentang KSB yg tidak dapat kami paparkan disini karena
keterbatasan ruang dan waktu. Namun demikian, tulisan sederhana ini menjadi pengharap
rakyat kecil untuk tidak disodori “Koperasi Besar” yang pada kenyataannya BERBEDA bahkan
lain dari koperasi kecil terutama dalam hal yang paling HAKIKI: SOSIAL ENTITAS. (*/Gat)
0 Komentar